Senin, 20 Juni 2016

SUMBER-SUMBER AQIDAH ISLAM




AQIDAH AKHLAK

SUMBER-SUMBER AQIDAH ISLAM


Oleh :
Kelompok 2
1.      Andiyani Muhadi
2.     Bahriani
3.     Rezky Nur Wahyuni
4.     Sumarni





FAKULTAS TARBIYAH DAN KEGURUAN
UIN ALAUDDIN MAKASSAR
2013/2014
 




BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
           Islam merupakan Agama yang dikenal dengan istilah Rahmatan Lil ‘alamin. Dalam Islam telah diatur kehidupan manusia sebaik mungkin, mulai dari hal yang paling kecil hingga yang paling besar.
           Dalam memahami islam itu sendiri, ada aspek awal yang harus diperhatikan, yang kadang hal ini di anggap sepele oleh masyarakat luas, yaitu masalah aqidah. Akidah bukan hanya seperti tingkah laku, tutur kata seseorang, tetapi aqidah yang harusnya dipahami yaitu bagaimana aqidah yang harusnya dipahami yaitu kita mampu mengikat,menyimpul,atau bahkan mengadakan perjanjian dengan diri sendiri yang kebenarannya diyakini oleh hati. Namun, untuk memperkuat hal ini, dibutuhkan pondasi yang kuat yaitu ilmu.
           Kemudian, dalam kehidupan bermasyarakat terdapat berbagai macam hal yang menjadikan masyarakat itu sendiri mengalami konflik, dan semua itu sangat mempengaruhi aqidah dan kepercayaan seseorang , dengan adanya makalah ini, memberikan gambaran-gambaran sumber aqidah islam yang dapat dipahami oleh masyarakat luas.
B.     Rumusan Masalah
1.      Sebutkan sumber-sumber aqidah yang terdapat dalam Islam?
2.      Jelaskan beberapa sumber-sumber aqidah dalam Islam?
C.     Tujuan dan Manfaat
1.      Untuk mengetahui sumber-sumber aqidah dalam Islam
2.      Untuk membedakan setiap sumber aqidah yang dijadikan sebagai pegangan dalam menerapkan aqidah dalam islam.
BAB II
PEMBAHASAN
SUMBER-SUMBER AQIDAH
               Dua sumber pengambilan dalil penting jika ditelaah melalui tulisan para ulama dalam menjelaskan aqidah.
a.       Dalil asas dan inti yang mencakup Al-Qur’an, As-Sunnah dan Ijma’ para ulama.
b.      Dalil penyempurnaan yang mencakup akal sehat manusia dan fitrah kehidupan yang telah diberikan oleh ALLAH SWT.

A.  Al-Qur’an sebagai sumber aqidah
           Firman ALLAH SWT yang diwahyukan kepada Rasulullah melalui perantara malaikat Jibril.  Di dalamnya ALLAH telah menjelaskan segala sesuatu yang telah dibutuhkan oleh hamba-Nya sebagai bekal kehidupan di dunia dan di akhirat. Ia merupakan petunjuk bagi orang-orang yang diberi petunjuk, pedoman hidup bagi orang-orang yang beriman, dan obat bagi jiwa-jiwa yang terluka. Sebagaimana Firman ALLAH dalam QS.Al-An’am:115.
                                                                   الْعَلِيمُ السَّمِيعُ وَهُوَ ۚلِكَلِمَاتِهِ مُبَدِّلَ لَا ۚوَعَدْلًا صِدْقًا رَبِّكَ كَلِمَتُ وَتَمَّتْ

dan telah sempurna firman Tuhanmu (Al-Qur’an) dengan benar dan adil. Tidak ada yang dapat mengubah Firman-Nya. Dan Dia Maha Mendengar dan Maha Mengetahui”.
           Al-imam Asy- Syatibi mengatakan Bahwa sesungguhnya ALLAH telah menurunkan syariat ini kepada Rasul-Nya yang didalamnya terdapat penjelasan atas segala sesuatu yang dibutuhkan manusia tentang kewajiban dan peribadatan yang dipikulkan diatas pundaknya, termasuk didalamnya perkara aqidah. Allah menurunkan Al-Qur’an sebagai sumber hukum aqidah karena Allah mengetahui kebutuhan manusia sebagai seorang hamba yang diciptakan untuk beribadah kepada-Nya. Bahkan jika dicermati akan ditemui banyak ayat dalam Al-Qur’an yang dijelaskan tentang aqidah, baik secara tersurat maupun secara tersirat. Oleh karena itu, menjadi hal yang wajib jika kita mengetahui dan memahami aqidah yang bersumber dari Al-Qur’an. Kitab mulia ini merupakan penjelasan langsung dari Rabb manusia, yang hak dan tidak pernah sirna ditelan masa.
B.     As-Sunnah sumber kedua
           Seperti halnya Al-Qur’an, As-Sunnah adalah satu jenis wahyu yang datang dari Allah Swt walaupun Lfadznya bukan dari Allah tapi maknanya datang darinya. Hal ini diketahui dalam firman Allah QS. An-Najm: 3-4.
 dan tidaklah yang diucapkan-Nya itu (Al-Qur’an) menurut keinginan-Nya. Tidak lain (Al-Qur’an itu) adalah wahyu yang diwahyukan kepadanya.”
           Rasulullah saw bersabda,”tulislah demi dzat yang jiwaku berada ditangan-Nya, tidak keluar dari-Nya kecuali kebenaran sambil menunjuk lidahnya” (HR. Abu dawud)
           Yang menjadi persoalan adalah banyaknya hadits lemah yang beredar ditengah umat dianggap “mutiara” yang bukan berasal dari Rasulullah saw dinisbahakan kepada beliau. Hal ini tidak lepas dari usaha penyimpangan yang dilakukan oleh musuh-musuh ALLAH untuk mendapatkan keuntungan yang sedikit. Akan tetapi, maha suci ALLAH yang telah menjaga kemurnian As-Sunnah hingga akhir zaman melalui para ulama ahli ilmu.
           Selain melakukan penjagaan terhadap ahli sunnah, ALLAH telah menjadikan As-Sunnah sebagai sumber hukum.dalam Agama. Kekuatan As-Sunnah dalam menetapkan syari’at termasuk perkara aqidah ditegaskan dalam banyak ayat Al-Qur’an, diantaranya firman ALLAH dalam QS.An-nisa:59.
تُؤْمِنُونَ كُنْتُمْ إِنْ وَالرَّسُولِ اللَّهِ إِلَى فَرُدُّوهُ شَيْءٍ فِي تَنَازَعْتُمْ فَإِنْ ۖ مِنْكُمْ الْأَمْرِ وَأُولِي الرَّسُولَ ا وَأَطِيعُو اللَّهَ آأَطِيعُوآمَنُوا الَّذِينَ أَيُّهَا يَا
                                                                                              تَأْوِيلًا وَأَحْسَنُ خَيْرٌ ذَٰلِكَ ۚالْآخِرِ وَالْيَوْمِ بِاللَّهِ
“Wahai orang-orang yang beriman! Taatilah Allah dan taatilah Rasul (Muhammad), dan Ulil Amri (pemegang kekuasaan) diantara kamu. Kemudian, jika kamu berbeda pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah pada Allah (Al-Qur’an) dan Rasul (As-Sunnah), jika kamu beriman kepada Allah dan hari kemudian. Yang demikian itu, lebih utama bagimu dan lebih baik akibatnya.”

           Firman Allah di atas menunjukkan bahwa tidak ada pilihan lain bagi seorang muslim untuk mengambil sumber-sumber hukum aqidah dari As-Sunnah dengan pemahaman ulama. Ibnu Qayyim juga pernah berkata “Allah memerintahkan untuk mentaati-Nya dan mentaati Rasul-Nya dengan mengulangi kata kerja (taatilah)yang menandakan bahwa menaati Rasul wajib secara independen tanpa harus mencocokkan terlebih dahulu dengan Al-Qur’an, jika beliau memerintahkan sesuatu. Hal ini dikarenakan tidak akan pernah ada pertentangan antara Qur’an dan Sunnah.
C.     Ijma’ para Ulama
           Sumber aqidah yang berasal dari kesepakatan para mujtahid Umat Muhammad saw setelah beliau wafat, tentang urusan pada suatu masa. Mereka bukanlah orang yang sekedar tahu tentang ilmu tetap juga memahami dan mengamalkan ilmu. Berkaitan dengan ijma’, Allah swt berfirman dalam QS.An-Nisa:115.
dan barang siapa menentang Rasul (Muhammad) setelah jelas kebenaran baginya, dan mengikuti jalan yang bukan jalan orang-orang mukmin, kami biarkan dia dalam kesesatan yang telah dilakukannya itu dan akan masukkan ia kedalam Neraka Jahannam, dan itu seburuk-buruk tempat kembali.”
           Imam Syafi’I menyebutkan bahwa ayat ini merupakan dalil pembolehan disunnatkannya Ijma’, yaitu diambil dari kalimat “Jalannya orang-orang yang beriman” yang berarti Ijma’. Beliau juga menambahkan bahwa dalil ini adalah dalil Syar’I yang wajib untuk diikuti karena Allah menyebutkannya secara bersamaan dengan larangan menyelisihi Rasul.
           Di dalam pengambilan Ijma’ terdapat juga beberapa kaidah-kaidah penting yang tidak boleh ditinggalkan. Ijma’ dalam masalah akidah harus bersandarkan kepada dalil dari Al-Qur’an dan As-Sunnah yang shahih karena perkara aqidah adalah perkara tauqifiyah yang tidak diketahui kecuali dengan jalan wahyu. Sedangkan fungsi Ijma’ adalah menguatkan Al-Qur’an dan As-Sunnah serta menolak kemungkinan terjadinya kesalahan dalam dalil yang dzani sehingga menjadi qotha’i.
D.    Akal Sehat Manusia
           Selain ketiga sumber diatas, akal juga menjadi sumber hukum aqidah dalam Islam. Hal ini merupakan bukti bahwa Islam sangat memuliakan akal serta memberikan haknya sesuai dengan kedudukannya, dengan cara memberikan batasan dan petunjuk  kepada akal agar tidak terjebak kedalam pemahaman-pemahaman yang tidak benar. Hal ini sesuai dengan sifat akal yang memiliki keterbatasan dalam memahami suatu ilmu atau peristiwa.
           Agama Islam tidak membenarkan pengagungan terhadap akal dan tidak pula membenarkan membenarkan pelecehan terhadap kemampuan akal manusia, seperti yang biasa dilakukan oleh beberapa golongan (firqoh) yang menyimpang. Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah mengatakan : “akal merupakan syarat untuk memahami ilmu dan kesempurnaan beramal dengan keduanyalah ilmu dan dan amal menjadi sempurna, hanya saja ia tidak dapat berdiri sendiri . di dalam jiwa ia berfungsi sebagai sumber kekuatan, sama seperti kekuatan penglihatan pada mata yang jika mendapatkannya cahaya Iman dan Al-Qur’an seperti mendapat cahaya matahari dan api. Tetapi jika berdiri sendiri, ia tidak akan mampu melihat (hakikat) sesuatu dan jika sama sekali dihilangkan ia akan menjadi sesuatu yang berunsur kebinatangan”.
           Eksistensi akal memiliki keterbatasan pada apa yang bisa dicerna tentang perkara-perkara nyata yang memungkinkan panca indra untuk menangkapanya. Adapun masalah-masalah gaib yang tidak dapat disentuh oleh panca indra maka tertutup jalan bagi akal untuk sampai pada hakikatnya. Sesuatu yang abstrak/gaib, seperti akidah tidak dapat diketahui poleh akal kecuali mendapatkan cahaya dan petunjuk wahyu baik dari Al-Qur’an dan As-Sunnah yang shahih. Al-Qur’an dan As-Sunnah menjelaskan bagaimana cara memahami dan melakukan masalah tersebut. Salah satu contohnya adalah akal mungkin tidak bisa menerima surge dan neraka karena tidak bisa diketahui melalui indera. Akan tetapi melalui penjelasan yang berasal dari Al-Qur’an dan As-Sunnah maka akan dapat diketahui bahwasanya setiap manusia harus meyakininya. Mengenai hal ini ibnu taimiyah mengatakan bahwa apa yang tidak terdapat dalam Al-Qur’an, As-Sunnah, dan ijma’ yang menyelisih akal sehat karena sesuatu yang bertentangan dengan akal sehat adalah batil. Sedangkan tidak ada kebatilan dalam Al-Qur’an, Sunnah, dan ijma’. Tetapi padanya terdapat kata-kata yang mungkin sebagian orang tidak memahaminya atau mereka memahaminya dengan makna yang batil.
E.     Fitrah kehidupan
         Dalam sebuah hadits Rasulullah saw bersabda : “setiap anak yang lahir dalam keadaan fitrah, maka kedua orangtuanyalah yang membuat ia menjadi yahudi, nasrani, atau majusi.( H. R. MUSLIM )
         Dari hadits dapat diketahui bahwa sebenarnya manusia memiliki kecenderungan untuk menghamba kepada ALLAH. Akan tetapi bukan berarti bahwa bayi yang lahir telah mengetahui rincian agama islam. Setiap bayi yang lahir tidak mengetahui apa-apa.  Tetapi setiap mamiliki fitrah untuk sejalan dengan islam sebelum dinodai oleh penyimpangan-penyimpangan. Bukti mengenai hal ini adalah fitrah manusia untuk mengakui bahwa mustahil ada dua penciptaalam yang memiliki sifat dan kemampuan yang sama. Bahkan ketika ditimpa musibah pun banyak manusia yang menyeruh kepada ALLAH seperti dijelaskan dalam firmannya: Q. S Al- Israa’:67.
dan apabila kamu ditimpa bahaya di lautan, niscaya hilang semua yang biasa kamu seru, kecuali Dia. Tapi ketika Dia menyelamatkan kamu kedaratan, kamu berpaling dari-Nya. Dan manusia memang selalu ingkar (tidak bersyukur).”















                                                                    BAB III
PENUTUP
A.    Kesimpulan
1.      Ada beberapa sumber-sumber aqidah yang terdapat dalam islam yaitu Al-Qur’an, As-Sunnah, Ijma’ para Ulama, Akal sehat manusia, dan fitrah kehidupan.
2.       Penjelasan sumber-sumber aqidah
a.       Al-Qur’an, yaitu sebagai sumber aqidah yang pertama. Di dalamnya Allah telah menjelaskan segala sesuatu yang telah dibutuhkan oleh hamba-Nya sebagai bekal kehidupan didunia dan di akhirat. Dan ia merupakan petunjuk bagi orang-orang yang diberi petunjuk, pedoman hidup bagi orang-orang yang beriman dan obat bagi jiwa-jiwa yang terluka. Oleh karena itu, Wajiblah kita mengetahui dan memahami aqidah yang bersumber dari Al-Qur’an karena kitab ini merupakan penjelasan langsung dari Rabb manusia yang hak dan tidak di telan masa.
b.      As-Sunnah, yaitu sumber aqidah yang kedua, seperti halnya Al-Qur’an. As-Sunnah adalah satu jenis wahyu yang datang dari Allah walaupun lafadznya bukan dari Allah tetapi maknanya datang darinya.
c.       Ijma’ para Ulama, merupakan sumber aqidah yang berasal dari kesepakatan para mujtahid Umat Muhammad Saw setelah beliau wafat tentang urusan pada suatu masa. Mereka bukanlah orang-orang yang sekedar tahu tentang ilmu tetapi juga memahami dan mengamalkan ilmu.
d.      Akal sehat manusia. Selain ketiga sumber diatas, akal juga menjadi sumber hukum  aqidah dalam Islam. Hal ini merupakan bukti bahwa Islam sangat memuliakan akal serta memberikan haknya sesuai dengan kedudukannya, dengan cara memberikan batasan dan petunjuk kepada akal agar tidak terlibta kedalam pemahaman yang tidak benar karena akal memiliki sifat keterbatasan dalam memahami ilmu atau peristiwa.
e.       Fitrah kehidupan. Setiap manusia memiliki fitrah untuk sejalan dengan Islam sebelum dinodai oleh penyimpangan-penyimpangan. Bukti mengenai hal ini adalah fitrah manusia untuk mengakui bahwa mustahil ada dua pencipta alam yang memiliki sifat dan kemampuan yang sama. Bahkan ketika ditimpa musibah pun banyak manusia yang menyeru kepada Allah bahkan meminta pertolongan kepada-Nya.
B.     Saran
        Kami sangat menyadari bahwa makalah ini masih banyak kekurangannya. Oleh karena itu, kami mengharapkan saran atau masukan demi untuk penyempurnaan makalah kami dan semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi kita semua. Terima kasih

Tidak ada komentar:

Posting Komentar