AQIDAH
AKHLAK
SUMBER-SUMBER
AQIDAH ISLAM
Oleh
:
Kelompok
2
1.
Andiyani Muhadi
2.
Bahriani
3.
Rezky Nur Wahyuni
4.
Sumarni
FAKULTAS
TARBIYAH DAN KEGURUAN
UIN
ALAUDDIN MAKASSAR
2013/2014
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang
Islam
merupakan Agama yang dikenal dengan istilah Rahmatan Lil ‘alamin. Dalam Islam
telah diatur kehidupan manusia sebaik mungkin, mulai dari hal yang paling kecil
hingga yang paling besar.
Dalam
memahami islam itu sendiri, ada aspek awal yang harus diperhatikan, yang kadang
hal ini di anggap sepele oleh masyarakat luas, yaitu masalah aqidah. Akidah
bukan hanya seperti tingkah laku, tutur kata seseorang, tetapi aqidah yang
harusnya dipahami yaitu bagaimana aqidah yang harusnya dipahami yaitu kita
mampu mengikat,menyimpul,atau bahkan mengadakan perjanjian dengan diri sendiri
yang kebenarannya diyakini oleh hati. Namun, untuk memperkuat hal ini,
dibutuhkan pondasi yang kuat yaitu ilmu.
Kemudian,
dalam kehidupan bermasyarakat terdapat berbagai macam hal yang menjadikan
masyarakat itu sendiri mengalami konflik, dan semua itu sangat mempengaruhi
aqidah dan kepercayaan seseorang , dengan adanya makalah ini, memberikan
gambaran-gambaran sumber aqidah islam yang dapat dipahami oleh masyarakat luas.
B. Rumusan
Masalah
1.
Sebutkan
sumber-sumber aqidah yang terdapat dalam Islam?
2.
Jelaskan
beberapa sumber-sumber aqidah dalam Islam?
C. Tujuan
dan Manfaat
1.
Untuk mengetahui
sumber-sumber aqidah dalam Islam
2.
Untuk membedakan
setiap sumber aqidah yang dijadikan sebagai pegangan dalam menerapkan aqidah
dalam islam.
BAB
II
PEMBAHASAN
SUMBER-SUMBER AQIDAH
Dua
sumber pengambilan dalil penting jika ditelaah melalui tulisan para ulama dalam
menjelaskan aqidah.
a.
Dalil asas dan
inti yang mencakup Al-Qur’an, As-Sunnah dan Ijma’ para ulama.
b.
Dalil
penyempurnaan yang mencakup akal sehat manusia dan fitrah kehidupan yang telah
diberikan oleh ALLAH SWT.
A.
Al-Qur’an sebagai sumber aqidah
Firman ALLAH SWT yang diwahyukan
kepada Rasulullah melalui perantara malaikat Jibril. Di dalamnya ALLAH telah menjelaskan segala sesuatu
yang telah dibutuhkan oleh hamba-Nya sebagai bekal kehidupan di dunia dan di
akhirat. Ia merupakan petunjuk bagi orang-orang yang diberi petunjuk, pedoman
hidup bagi orang-orang yang beriman, dan obat bagi jiwa-jiwa yang terluka.
Sebagaimana Firman ALLAH dalam QS.Al-An’am:115.
الْعَلِيمُ السَّمِيعُ وَهُوَ
ۚلِكَلِمَاتِهِ مُبَدِّلَ لَا ۚوَعَدْلًا صِدْقًا رَبِّكَ كَلِمَتُ وَتَمَّتْ
“dan telah sempurna firman Tuhanmu
(Al-Qur’an) dengan benar dan adil. Tidak ada yang dapat mengubah Firman-Nya.
Dan Dia Maha Mendengar dan Maha Mengetahui”.
Al-imam Asy- Syatibi mengatakan Bahwa
sesungguhnya ALLAH telah menurunkan syariat ini kepada Rasul-Nya yang
didalamnya terdapat penjelasan atas segala sesuatu yang dibutuhkan manusia
tentang kewajiban dan peribadatan yang dipikulkan diatas pundaknya, termasuk
didalamnya perkara aqidah. Allah menurunkan Al-Qur’an sebagai sumber hukum
aqidah karena Allah mengetahui kebutuhan manusia sebagai seorang hamba yang
diciptakan untuk beribadah kepada-Nya. Bahkan jika dicermati akan ditemui
banyak ayat dalam Al-Qur’an yang dijelaskan tentang aqidah, baik secara
tersurat maupun secara tersirat. Oleh karena itu, menjadi hal yang wajib jika
kita mengetahui dan memahami aqidah yang bersumber dari Al-Qur’an. Kitab mulia
ini merupakan penjelasan langsung dari Rabb manusia, yang hak dan tidak pernah
sirna ditelan masa.
B.
As-Sunnah sumber
kedua
Seperti halnya Al-Qur’an, As-Sunnah
adalah satu jenis wahyu yang datang dari Allah Swt walaupun Lfadznya bukan dari
Allah tapi maknanya datang darinya. Hal ini diketahui dalam firman Allah QS.
An-Najm: 3-4.
“dan
tidaklah yang diucapkan-Nya itu (Al-Qur’an) menurut keinginan-Nya. Tidak lain
(Al-Qur’an itu) adalah wahyu yang diwahyukan kepadanya.”
Rasulullah saw bersabda,”tulislah demi dzat yang jiwaku berada
ditangan-Nya, tidak keluar dari-Nya kecuali kebenaran sambil menunjuk lidahnya”
(HR. Abu dawud)
Yang menjadi persoalan adalah
banyaknya hadits lemah yang beredar ditengah umat dianggap “mutiara” yang bukan
berasal dari Rasulullah saw dinisbahakan kepada beliau. Hal ini tidak lepas
dari usaha penyimpangan yang dilakukan oleh musuh-musuh ALLAH untuk mendapatkan
keuntungan yang sedikit. Akan tetapi, maha suci ALLAH yang telah menjaga
kemurnian As-Sunnah hingga akhir zaman melalui para ulama ahli ilmu.
Selain melakukan penjagaan terhadap
ahli sunnah, ALLAH telah menjadikan As-Sunnah sebagai sumber hukum.dalam Agama.
Kekuatan As-Sunnah dalam menetapkan syari’at termasuk perkara aqidah ditegaskan
dalam banyak ayat Al-Qur’an, diantaranya firman ALLAH dalam QS.An-nisa:59.
تُؤْمِنُونَ كُنْتُمْ إِنْ وَالرَّسُولِ اللَّهِ
إِلَى فَرُدُّوهُ شَيْءٍ فِي تَنَازَعْتُمْ فَإِنْ ۖ مِنْكُمْ الْأَمْرِ وَأُولِي الرَّسُولَ ا وَأَطِيعُو اللَّهَ آأَطِيعُوآمَنُوا الَّذِينَ أَيُّهَا يَا
تَأْوِيلًا وَأَحْسَنُ خَيْرٌ ذَٰلِكَ ۚالْآخِرِ وَالْيَوْمِ بِاللَّهِ
“Wahai
orang-orang yang beriman! Taatilah Allah dan taatilah Rasul (Muhammad), dan
Ulil Amri (pemegang kekuasaan) diantara kamu. Kemudian, jika kamu berbeda
pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah pada Allah (Al-Qur’an) dan Rasul
(As-Sunnah), jika kamu beriman kepada Allah dan hari kemudian. Yang demikian
itu, lebih utama bagimu dan lebih baik akibatnya.”
Firman Allah di atas menunjukkan
bahwa tidak ada pilihan lain bagi seorang muslim untuk mengambil sumber-sumber
hukum aqidah dari As-Sunnah dengan pemahaman ulama. Ibnu Qayyim juga pernah
berkata “Allah memerintahkan untuk mentaati-Nya dan mentaati Rasul-Nya dengan
mengulangi kata kerja (taatilah)yang menandakan bahwa menaati Rasul wajib
secara independen tanpa harus mencocokkan terlebih dahulu dengan Al-Qur’an,
jika beliau memerintahkan sesuatu. Hal ini dikarenakan tidak akan pernah ada
pertentangan antara Qur’an dan Sunnah.
C.
Ijma’ para Ulama
Sumber aqidah yang berasal dari
kesepakatan para mujtahid Umat Muhammad saw setelah beliau wafat, tentang
urusan pada suatu masa. Mereka bukanlah orang yang sekedar tahu tentang ilmu
tetap juga memahami dan mengamalkan ilmu. Berkaitan dengan ijma’, Allah swt
berfirman dalam QS.An-Nisa:115.
“dan barang siapa menentang Rasul (Muhammad)
setelah jelas kebenaran baginya, dan mengikuti jalan yang bukan jalan
orang-orang mukmin, kami biarkan dia dalam kesesatan yang telah dilakukannya
itu dan akan masukkan ia kedalam Neraka Jahannam, dan itu seburuk-buruk tempat
kembali.”
Imam Syafi’I menyebutkan bahwa ayat
ini merupakan dalil pembolehan disunnatkannya Ijma’, yaitu diambil dari kalimat
“Jalannya orang-orang yang beriman” yang berarti Ijma’. Beliau juga menambahkan
bahwa dalil ini adalah dalil Syar’I yang wajib untuk diikuti karena Allah
menyebutkannya secara bersamaan dengan larangan menyelisihi Rasul.
Di dalam pengambilan Ijma’ terdapat
juga beberapa kaidah-kaidah penting yang tidak boleh ditinggalkan. Ijma’ dalam
masalah akidah harus bersandarkan kepada dalil dari Al-Qur’an dan As-Sunnah
yang shahih karena perkara aqidah adalah perkara tauqifiyah yang tidak
diketahui kecuali dengan jalan wahyu. Sedangkan fungsi Ijma’ adalah menguatkan
Al-Qur’an dan As-Sunnah serta menolak kemungkinan terjadinya kesalahan dalam
dalil yang dzani sehingga menjadi qotha’i.
D.
Akal Sehat
Manusia
Selain ketiga sumber diatas, akal
juga menjadi sumber hukum aqidah dalam Islam. Hal ini merupakan bukti bahwa
Islam sangat memuliakan akal serta memberikan haknya sesuai dengan
kedudukannya, dengan cara memberikan batasan dan petunjuk kepada akal agar tidak terjebak kedalam
pemahaman-pemahaman yang tidak benar. Hal ini sesuai dengan sifat akal yang
memiliki keterbatasan dalam memahami suatu ilmu atau peristiwa.
Agama Islam tidak membenarkan
pengagungan terhadap akal dan tidak pula membenarkan membenarkan pelecehan
terhadap kemampuan akal manusia, seperti yang biasa dilakukan oleh beberapa
golongan (firqoh) yang menyimpang. Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah mengatakan :
“akal merupakan syarat untuk memahami ilmu dan kesempurnaan beramal dengan
keduanyalah ilmu dan dan amal menjadi sempurna, hanya saja ia tidak dapat
berdiri sendiri . di dalam jiwa ia berfungsi sebagai sumber kekuatan, sama
seperti kekuatan penglihatan pada mata yang jika mendapatkannya cahaya Iman dan
Al-Qur’an seperti mendapat cahaya matahari dan api. Tetapi jika berdiri
sendiri, ia tidak akan mampu melihat (hakikat) sesuatu dan jika sama sekali
dihilangkan ia akan menjadi sesuatu yang berunsur kebinatangan”.
Eksistensi akal memiliki keterbatasan
pada apa yang bisa dicerna tentang perkara-perkara nyata yang memungkinkan
panca indra untuk menangkapanya. Adapun masalah-masalah gaib yang tidak dapat
disentuh oleh panca indra maka tertutup jalan bagi akal untuk sampai pada
hakikatnya. Sesuatu yang abstrak/gaib, seperti akidah tidak dapat diketahui
poleh akal kecuali mendapatkan cahaya dan petunjuk wahyu baik dari Al-Qur’an
dan As-Sunnah yang shahih. Al-Qur’an dan As-Sunnah menjelaskan bagaimana cara
memahami dan melakukan masalah tersebut. Salah satu contohnya adalah akal
mungkin tidak bisa menerima surge dan neraka karena tidak bisa diketahui
melalui indera. Akan tetapi melalui penjelasan yang berasal dari Al-Qur’an dan
As-Sunnah maka akan dapat diketahui bahwasanya setiap manusia harus
meyakininya. Mengenai hal ini ibnu taimiyah mengatakan bahwa apa yang tidak
terdapat dalam Al-Qur’an, As-Sunnah, dan ijma’ yang menyelisih akal sehat
karena sesuatu yang bertentangan dengan akal sehat adalah batil. Sedangkan
tidak ada kebatilan dalam Al-Qur’an, Sunnah, dan ijma’. Tetapi padanya terdapat
kata-kata yang mungkin sebagian orang tidak memahaminya atau mereka memahaminya
dengan makna yang batil.
E.
Fitrah kehidupan
Dalam sebuah hadits Rasulullah saw
bersabda : “setiap anak yang lahir dalam keadaan fitrah, maka kedua
orangtuanyalah yang membuat ia menjadi yahudi, nasrani, atau majusi.( H. R.
MUSLIM )
Dari hadits dapat diketahui bahwa
sebenarnya manusia memiliki kecenderungan untuk menghamba kepada ALLAH. Akan
tetapi bukan berarti bahwa bayi yang lahir telah mengetahui rincian agama
islam. Setiap bayi yang lahir tidak mengetahui apa-apa. Tetapi setiap mamiliki fitrah untuk sejalan
dengan islam sebelum dinodai oleh penyimpangan-penyimpangan. Bukti mengenai hal
ini adalah fitrah manusia untuk mengakui bahwa mustahil ada dua penciptaalam
yang memiliki sifat dan kemampuan yang sama. Bahkan ketika ditimpa musibah pun
banyak manusia yang menyeruh kepada ALLAH seperti dijelaskan dalam firmannya:
Q. S Al- Israa’:67.
“dan apabila kamu ditimpa bahaya di lautan,
niscaya hilang semua yang biasa kamu seru, kecuali Dia. Tapi ketika Dia
menyelamatkan kamu kedaratan, kamu berpaling dari-Nya. Dan manusia memang
selalu ingkar (tidak bersyukur).”
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
1. Ada
beberapa sumber-sumber aqidah yang terdapat dalam islam yaitu Al-Qur’an,
As-Sunnah, Ijma’ para Ulama, Akal sehat manusia, dan fitrah kehidupan.
2. Penjelasan sumber-sumber aqidah
a. Al-Qur’an,
yaitu sebagai sumber aqidah yang pertama. Di dalamnya Allah telah menjelaskan
segala sesuatu yang telah dibutuhkan oleh hamba-Nya sebagai bekal kehidupan
didunia dan di akhirat. Dan ia merupakan petunjuk bagi orang-orang yang diberi
petunjuk, pedoman hidup bagi orang-orang yang beriman dan obat bagi jiwa-jiwa
yang terluka. Oleh karena itu, Wajiblah kita mengetahui dan memahami aqidah
yang bersumber dari Al-Qur’an karena kitab ini merupakan penjelasan langsung
dari Rabb manusia yang hak dan tidak di telan masa.
b. As-Sunnah,
yaitu sumber aqidah yang kedua, seperti halnya Al-Qur’an. As-Sunnah adalah satu
jenis wahyu yang datang dari Allah walaupun lafadznya bukan dari Allah tetapi
maknanya datang darinya.
c. Ijma’
para Ulama, merupakan sumber aqidah yang berasal dari kesepakatan para mujtahid
Umat Muhammad Saw setelah beliau wafat tentang urusan pada suatu masa. Mereka
bukanlah orang-orang yang sekedar tahu tentang ilmu tetapi juga memahami dan
mengamalkan ilmu.
d. Akal
sehat manusia. Selain ketiga sumber diatas, akal juga menjadi sumber hukum aqidah dalam Islam. Hal ini merupakan bukti
bahwa Islam sangat memuliakan akal serta memberikan haknya sesuai dengan
kedudukannya, dengan cara memberikan batasan dan petunjuk kepada akal agar tidak
terlibta kedalam pemahaman yang tidak benar karena akal memiliki sifat
keterbatasan dalam memahami ilmu atau peristiwa.
e. Fitrah
kehidupan. Setiap manusia memiliki fitrah untuk sejalan dengan Islam sebelum
dinodai oleh penyimpangan-penyimpangan. Bukti mengenai hal ini adalah fitrah
manusia untuk mengakui bahwa mustahil ada dua pencipta alam yang memiliki sifat
dan kemampuan yang sama. Bahkan ketika ditimpa musibah pun banyak manusia yang
menyeru kepada Allah bahkan meminta pertolongan kepada-Nya.
B. Saran
Kami sangat menyadari bahwa makalah ini
masih banyak kekurangannya. Oleh karena itu, kami mengharapkan saran atau
masukan demi untuk penyempurnaan makalah kami dan semoga makalah ini dapat
bermanfaat bagi kita semua. Terima kasih